Jakarta - Dari data terakhir yang diperoleh dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) September 2013, diperoleh fakta yang mengejutkan mengenai angka kematian ibu dan bayi.
SDKI
memberikan hasil angka kematian ibu (AKI) mencapai 359 per 100 ribu kelahiran
hidup. Rata-rata ini jauh melonjak dibanding hasil SDKI 2007 yang mencatat
angkat 228 per 100 ribu kelahiran hidup.
"Hal
ini menjadi ironi karena target MDG's Indonesia pada tahun 2015 sendiri adalah
108 per 100 ribu kelahiran hidup," ujar Laksono Trisnantoro, Guru Besar
Fakultas Kedokteran dan Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Gadjah
Mada, di Jakarta, Selasa (29/10).
Ia
mengatakan, angka kematian ini dapat meningkat karena kurangnya perhatian aspek
pelaksaan prograk Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) di daerah dalam konteks
desentralisasi.
Laksono
menambahkan bahwa angka kematian ibu dan bayi yang ada di daerah kabupaten
tidak dijadikan sebagai indikator kinerja program tersebut. "Kami menilai
perlu ada perbaikan kebijakan dan perubahan strategi untuk mengurangi kematian
ibu dan anak," tuturnya.
Perubahan
ini juga perlu didukung dengan ketersediaan tim konsultan Manajemen KIA yang
membantu Dinas Kesehatan, Pemerintah Propinsi, Kabupaten, Kota, dan Kementerian
Kesehatan untuk menurunkan kematian ibu dan bayi.
Diakuinya,
setelah empat tahun melakukan kegiatan operasional di NTT dan DIY serta Papua,
PKMK FK UGM (Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada) mengambil berbagai kesimpulan yang dirangkum dalam
usulan paket kebijakan untuk mengurangi kematian ibu dan bayi dalam usaha
menuju ke perbaikan pencapaian MDG's.
Paket
Kebijakan mencerminkan berbagai kondisi daerah dimana DIY mewakili daerah maju,
NTT daerah sulit, dan Papua merupakan daerah yang sangat sulit.
Inti
paket kebijakan adalah mengacu pada integrasi hulu dan hilir (preventif dan
kuratif), penggunaan data absolut sebagai indikator kinerja program KIA,
mengembalikan 'sense of urgency' dan adanya 'peningkatan adrenalin dalam
program', perbaikan sistem rujukan dan mutu pelayanan klinik, dan terakhir
dukungan seluruh pihak untuk intervensi kebijakan yang multi disiplin.
Pengalaman
tersebut juga menunjukkan bahwa dalam usaha penurunan kematian ibu dan bayi
diperlukan adanya tim konsultan manajemen dan tenaga ahli yang aktif bekerja.
Laksono
menyayangkan sampai saat ini belum banyak lembaga konsultan manajemen yang
berfokus pada penurunan kematian ibu dan bayi. Oleh karena itu, ia menganggap
Perguruan Tinggi merupakan sebuah lembaga yang dinilainya mampu menjadi tim
konsultan yang tumbuh setiap kabupaten daerah.
"Perguruan
tinggi punya peran yang kuat dalam menginisiasi kesadaran ini, karena saya
yakin Perguruan Tinggi merupakan paket lengkap dari tim konsultan, tenaga ahli,
dan tenaga kerja," jelasnya.
Karena
itu, demi mendukung terciptanya tenaga ahli di setiap kabupaten daerah PKMK FK
UGM menggagas sebuah web yang bernama www.kesehatan-ibuanak.net dan berisi
konsep program KIA, jaringan program KIA, dan modul pelatihan mengenai program
KIA yang dapat dipelajari dan dikembangkan secara berkala.
"Kami
memilih web karena ini merupakan media pembelajaran paling efektif yang yang
ada pada saat ini dan mampu menjangkau hingga ke daerah-daerah," tutur
Laksono.
Namun
ia mengingatkan bahwa apa yang ada pada web ini hanya sebatas pada materi saja,
seluruh lapisan masyarakat harus kerja langsung turun ke lapangan untuk menekan
angka kematian tersebut.
Penulis:
Mahesa Bismo